Wednesday, November 7, 2012

Bijak Menghadapi Anak Yang Kritis


Mungkin Anda pernah mendengar buah hati Anda yang masih di bawah umur mengeluhkan ayah, ibunya sering pulang malam, atau tak lagi ada waktu bermain dengan anak. “Mama, Papa kok sibuk mulu, kapan kita jalan-jalan lagi”. Jangan marah atau menganggapnya sebagai angin lalu. Seharusnya Anda bangga memiliki anak yang punya pemikiran kritis sejak usia dini. Bagaimana menanggapinya?


Tuntutan hidup yang serba sibuk, kadang membuat orangtua tak sempat lagi sekadar main atau bersenda gurau dengan buah hati. Padahal, anak yang berusia antara 3-12 tahun perlu curahan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Benarkah jika Anda sering meninggalkan buah hati di rumah, membuat anak cenderung lebih kritis? “Papa kok nggak pulang-pulang, atau Mama kok jarang di rumah" itu adalah contoh kritikan yang sering dilontarkan anak pada orangtuanya.

Menurut Fabiola P Setiawan, M.Psi, Psikolog yang praktik di Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Bintaro, Jakarta Selatan, memiliki anak yang berpola pikir kritis adalah wujud dari besarnya rasa ingin tahu anak terhadap orang yang dicintainya. “Jangan pandang remeh anak yang kritis, hal itu berarti anak punya rasa ingin tahu yang besar,” jawab Fabiola.

Hal senada ditambahkan oleh Harfiah Putu Ponco, M.Psi, Psikolog yang praktik di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sikap anak yang mulai mengkritisi hal yang ada di sekitarnya adalah cerminan perkembangan yang positif. “Itu menunjukkan anak memiliki kemampuan berpikir dengan lebih kompleks, dan menilai berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang ia miliki,” beber Harfiah. Peran Orangtua. Sebenarnya pola pikir anak yang kritis sejak usia dini tak lepas dari peran orangtua. Sejak anak berusia tiga tahun sudah mulai mengalami perubahan pola pikir, maka dari itu pola didik orangtua yang baik mendukung perkembangan pola pikir anak menjadi lebih kritis. Namun sayangnya banyak orangtua yang mengabaikan hal tersebut. Padahal pola pikir kritis pada anak bisa jadi modal bagi anak saat anak beranjak dewasa. Seorang anak yang memiliki pola pikir kritis akan lebih selektif dalam merespons segala hal, sehingga segala keputusan yang mereka ambil relatif tepat karena telah dipertimbangkan. Maka dari itu sesibuk apapun orangtua, sempatkan waktu berbicara dengan anak tiap hari.

Fabiola mengatakan seharusnya orangtua memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengungkapkan isi pikirannya, termasuk memberi respons positif terhadap pertanyaan atau sikap kritis anak. “Kadang orangtua mengabaikan pertanyaan anak yang bersifat kritis. Hargai setiap pertanyaan atau ide mereka. Sikap kritis anak juga perlu disikapi secara antusias oleh orangtua dan berusaha untuk menjawab semua kritik anak secara positif, agar anak mengetahui apa yang mereka kritisi,” ungkap Fabiola.

Nah, peran orangtua sangat penting menghadapi anak yang mulai mengkritisi segala hal di sekitarnya. Langkah mudahnya orangtua harus menjelaskan apa yang anak kritisi, seperti mengapa ayahnya pulang selalu larut malam, mengapa bundanya sibuk bekerja dengan memberikan penjelasan sederhana. “Ajak anak belajar mengemukakan pendapat dengan cara yang santun, terutama jika ingin mengkritisi orang lain. Selain itu juga ajak anak mempelajari waktu yang  tepat untuk mengemukakan pendapatnya,” papar Harfiah.

Nah, sebagai orangtua, sebaiknya sering mengajak anak berbicara. Orangtua harus memberi tahu anak bagaimana menyampaikan kritik yang bersifat membangun dan cara mengungkapkannya. Takutnya  anak tidak tahu batasan dan sering melontarkan kata-kata (kritikan) yang menyinggung perasaan orang lain. Ini akan merugikan karena anak bisa dibenci atau dijauhi orang lain,” tambah Harfiah.

Tips. Beberapa tips untuk mengatasi anak yang suka mengkritik:

1. Berikan tanggapan yang tepat atas kritik yang disampaikan anak, jangan malu atau gengsi untuk mengakui dan menerima kritikan dari anak yang sifatnya positif. Mintalah maaf atas kekurangan yang dilakukan dan ucapkan terima kasih atas masukan yang diberikannya. Jika ada yang harus diubah, maka lakukan bersama- sama. Dengan demikian, anak akan belajar untuk mendengarkan masukan dari orang lain dan bersedia berubah menjadi lebih baik.

2. Tanyakan alasan mengapa anak. mengajukan pendapat, protes, juga kritik tersebut. Jika anak sudah dapat diajak berdiskusi, ajak ia berbicara. Dengan demikian, anak dapat semakin mengasah logika atau kemampuan berpikirnya dan tidak berkomentar atau mengkritik tanpa alasan.

3. Ajak anak menganalisis sebab akibat dari peristiwa yang ia kritisi, dapat pula dengan memberikan pertanyaan yang merangsang anak untuk menemukan jawaban atau solusi.

 4. Berikan contoh langsung kepada anak tentang cara mengemukakan pendapat maupun kritik dengan cara yang santun dan tepat. Seperti pilihan waktu, pilihan kata, intonasi suara, gerak tubuh dan lainnya. Orangtua dapat mencontohkannya ketika interaksi sehari-hari dengan orang lain atau melalui media permainan dengan boneka, buku cerita, drama dan sebagainya.

No comments:

Post a Comment