Sunday, November 18, 2012

Anak Yang Sering Nonton Sinetron, Akan Cepat Emosi.


Anak Juga Bisa Berperilaku Tidak Realistis
Lebih Cepat Dewasa Sebelum Umurnya 
Maraknya tayangan sinetron di televisi rupanya memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. Kehidupan glamour, kaya raya, peran-peran khayalan hingga peran antagonis sedikit banyak memengaruhi pola pikir dan tingkah laku anak. Jangan heran jika anak yang suka nonton sinetron berperilaku seperti artis yang ditontonnya padahal jauh dari realita kehidupan nyata orangtuanya.
Atau, anak bisa jadi pemarah karena seringnya melihat adegan marah-marah dalam sinetron. Apa saja bahaya nonton sinetron bagi anak? Bagaimana orangtua menyikapinya? 

Sinema elektronik atau sinetron yang banyak menampilkan artis-artis cantik, tampan, dan gaya hidup serba mewah yang jauh dari realita kehidupan sepertinya sudah tak bisa dibendung lagi. Hiburan yang menjual mimpi ini juga direspons baik pemirsa Indonesia hingga ke seluruh penjuru negeri. Tak heran jika sinetron tak akan pernah ada habisnya. Saat ini bukan hanya sinetron dewasa, beberapa stasiun televisi pun menyajikan berbagai jenis sinetron mulai dari religi, anak-anak, horor kolosal hingga sinetron berbau mistis yang hampir semuanya ditayangkan pagi, siang, sore hingga malam yang bisa ditonton anak-anak.

Pengaruh Buruk.
Menurut Astrid W. E. N, M.Psi, Psikolog anak dan remaja KANCIL, Jakarta Selatan, maraknya sinetron saat ini hampir sebagian besar kurang baik ditonton anak-anak. “Demi rating, banyak tayangan sinetron “ menjual mimpi, menayangkan adegan kekerasan, pornografi hingga berbau mistis, tanpa memikirkan dampak buruk bagi pemirsa yang menonton termasuk anak-anak," imbuh Astrid.

Menurut Astrid, adegan-adegan yang diperankan artis dalam tayangan sinetron, akan banyak memberikan pengaruh buruk pada anak. Anak yang masih polos dan belum bisa membedakan mana hidup nyata dan hanya akting dengan mudah meniru apa yang   sinetron. Misal saja adegan kekerasan, jika anak tidak didampingi orangtua bisa saja anak meniru adegan kekerasan seperti dalam sinetron, seperti berantem, memukul hingga menjambak rambut temannya. Contoh lainnya adalah adegan antagonis yang selalu ada di setiap sinetron juga dengan mudah ditiru anak-anak. Maka jangan heran jika anak yang sering nonton sinetron lebih cepat marah jika keinginannya tak dipenuhi. “Anak itu rasa ingin tahunya besar. Dan, anak suka meniru apa yang dilihatnya. Jika yang dilihatnya memberi contoh buruk, bisa saja anak pun berperilaku buruk seperti apa. yang dilihatnya,” terang Astrid saat ditemui di sela-sela seminar yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta belum lama ini.

Senada dengan Astrid, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi. Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI dan Klinik Raditya Medical Center Depok, Jawa Barat juga mengatakan, anak belum bisa membedakan informasi yang diterimanya antara kisah nyata atau fiksi (khayalan). “Sinetron saat ini masih banyak menyajikan kebencian kebohongan, tipu muslihat, dan hal-hal tidak realistis lainnya. Ini sangat buruk jika ditonton dan ditiru anak-anak, tambah Vera.

Ditambahkan Vera, anak yang sering nonton sinetron memiliki pikiran yang pendek, mengandalkan emosi saja tanpa mau berpikir pakai logika. “Banyak banget sinetron yang ngejual mimpi. Misal hanya dengan mimpi. Misal hanya dengan menggosok poci, anak bisa mewujudkan segala hal yang diinginkannya. Itu membuat anak berpikiran instan,” jelasnya. Terakhir bahaya buruk dari menonton sinetron adanya efek nyandu. Karena siapa pun yang nonton sinetron satu episode tentu penasaran untuk menonton kelanjutan alur cerita selanjutnya. Jika sudah kecanduan, sulit bagi anak untuk melewatkan nonton sinetron. Bahayanya banyak sinetron yang tayang di jam belajar anak mulai sore hingga menjelang waktu tidur anak. Bukan hanya anak enggan belajar, anak pun akan sulit bangun tidur karena nonton sinetron hingga malam. Jika hal ini tidak segera diatasi, bisa-bisa anak menjadi budak sinetron hingga mendambakan kehidupan layaknya tokoh yang diperankan dalam sinetron yang sebagian besar jauh dari kehidupan nyata sebagian besar pemirsa sinetron Indonesia.

Batasi Anak. Langkah yang harus dilakukan orangtua adalah membatasi anak menonton televisi. Kemudian pilih tontonan yang sesuai dengan usia anak. Sedapat mungkin orangtua atau orang, dewasa di rumah menahan sementara waktu menonton sinetron sebelum anak-anak tidur. Jika pun anak meminta nonton sinetron, orangtua tetap harus mendampingi anak meski saat nonton sinetron anak-anak atau pun religi yang saat ini marak. “Peran orangtua mendampingi anak menonton untuk mengajarkan bahwa apa yang ditontonnya tidak semuanya patut ditiru,” jelas Astrid.

Namun yang paling tepat adalah mengarahkan anak melakukan aktivitas lain bersama anggota keluarga, mengerjakan tugas sekolah, atau hanya berkumpul dan bercanda bersama keluarga. “Sebaiknya orangtua mengalihkan ke tontonan lain seperti film edukasi anak atau film kartun yang banyak menampilkan gambar warna, ukuran, dan jalan cerita sesuai dengan umur anak- anak, juga lebih baik yang bisa melatih kemampuan pola pikir anak. Selain itu, orangtua juga bisa mengajak anak melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti main ludo, atau permainan edukasi lainnya,” tambah Vera.

Berikut beberapa tontonan rekomendasi bagi anak Anda:
1.Serial kartun dan superhero seperti Superman, Naruto, Ninja Hattori, dan Doraemon.
2.Tayangan yang menyajikan gerakan, tari, nyanyian dan banyak warna seperti Barneys, dan Jalan Sesama.
3.Tayangan ensiklopedia atau dokumenter seperti Discovery Channel, Si Bolang atau film mengenai flora dan fauna.

Lantas umur berapa anak diperkenankan menonton sinetron? Menurut Astrid anak yang sudah berumur lebih dari 10 tahun atau sekitar kelas 5-6 SD dianggap telah mampu membedakan mana yang nyata atau fiksi. “Anak yang belum bisa berpikir abstrak dan membedakan mana yang nyata atau bohong dengan kisaran umur kurang dari 10 tahun kurang baik nonton sinetron," pungkas Astrid.
Sumber: Tabloid Femme

No comments:

Post a Comment