Friday, October 26, 2012

Susu Sapi Bisa Sebabkan Alergi dan Gangguan Pernapasan pada Bayi


Memberikan yang terbaik bagi anak merupakan perlakuan umum setiap orang tua terhadap sang buah hati. Seperti seorang ibu yang sudah memberikan ASI namun tetap ditambahkan lagi dengan susu formula atau susu sapi untuk sang anak. Namun jika anak alergi terhadap susu sapi, apa saja yang dapat terjadi pada kesehatan anak?

Memberikan susu formula yang merupakan produk turunan dari susu sapi biasa jadi pilihan orangtua untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Terlebih bagi ibu rumah tangga yang juga berkarier di luar rumah. Namun tidak semua anak cocok dengan susu sapi lho, bahkan ada sebagian bayi yang alergi terhadap susu sapi.
Hal tersebut, dibenarkan dr. Maya Surjadjaja DCS MS Sp.GK, dokter spesialis nutrisi dari RSAL dr Mintohardjo Jakarta. Menurutnya kandungan alpha S1 Cafein dalam susu sapi untuk beberapa bayi bisa mengakibatkan terjadinya alergi. Hal senada juga dikatakan dr. Fajar Subroto Sp.A, dokter spesialis anak dari RS. Harapan Kita bahwa ada protein susu sapi yang memiliki molekul yang besar dan sulit terurai sehingga dapat menciptakan alergi pada bayi. Alergi susu sapi bisa terjadi sejak bayi berusia satu bulan. “Biasanya sebagian ibu sudah memberikan bayi susu sapi. Nah jika bayi tidak bisa mencerna protein susu dengan baik bisa sebabkan alergi,” tutur dr. Fajar.

Dua Jenis Alergi. 
Alergi susu sapi pada bayi bisa menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Alergi pun bisa menyerang bayi yang baru lahir. Ada dua jenis alergi yang bisa menyerang bayi, yakni alergi yang memiliki reaksi langsung Setelah minum susu seperti kulit memerah, dan bengkak yang juga disebut sebagai alergi ringan. Kedua, alergi yang dampaknya tidak langsung melainkan setelah rutin minum susu beberapa bulan. Reaksinya ditandai bayi sering buang air berat badan tidak naik hingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan seperti sesak nafas atau anaphylactic shock.

Menurut dr. Fajar, alergi ringan bisa menyebabkan bentol-bentol merah di sekitar mulut, dan pipi. Setelah itu biasanya menjalar ke sekitar leher yang disebut dermatitis alergi. Alergi yang terjadi dalam jangka waktu panjang bisa menyebabkan anak batuk-batuk dan banyak lendir yang berlangsung lama. Dampak dari alergi ringan dapat hilang sendiri dan membutuhkan  waktu sekitar dua minggu untuk proses penyembuhan. “Ya kalau yang berat paling di kasih salep dari dokter” ujar dr. Fajar Sp.A.
Diingatkan dr Maya untuk menghentikan pemberian susu sapi dan membawa bayi  ke dokter untuk melakukan tes alergi seperti tes darah dan kulit untuk mengetahui bahwa memang benar anak mengalami alergi. Selain itu ada pula metode food diary yaitu mencatat apa saja yang dimakan anak dan apa reaksi dari makanan tersebut pada tubuh anak.

Cara Mengatasi.
Guna mengatasi alergi susu pada bayi dr. Fajar menyarankan agar para ibu memberikan bayi ASI eksklusif dan mengurangi pemberian susu sapi (susu formula). Jika pun terpaksa memberikan susu formula, berikan susu yang hypoallergenic sehingga tidak menimbulkan alergi karena kandungan proteinnya sudah dipecah-pecah (hidrolicap) sehingga mudah dicerna dan diserap tubuh bayi.

Menurut dr. Maya selain memberikan ASI eksklusif, ibu yang menyusui untuk sementara tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung protein sapi. Orangtua juga bisa memberikan anak susu formula dihidrolisa yakni susu yang dengan protein yang dipecah-pecah seperti asam amino, sehingga mudah diserap pencernaan bayi. “Bisa juga diberikan susu soya sebagai pengganti susu sapi, dan ada juga di beberapa negara yang menggantikan susu sapi dengan susu domba atau kambing,” tutur dr. Maya.

Bagi Anda yang memiliki anak yang alergi terhadap susu sapi, jangan khawatir bukan berarti anak Anda selamanya tak bisa mengonsumsi produk yang mengandung protein sapi. Menurut dr. Fajar alergi susu sapi pada bayi bisa sembuh dengan sendirinya setelah anak berusia satu tahun di mana anak sudah mulai kuat menerima makanan berupa protein susu sapi. “Biasanya kalau sudah satu tahun cukup kuat dan kira-kira 10% yang masih alergi,” ungkapnya.

No comments:

Post a Comment